Kasus Karena Tidak dilakukan Audit SI
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengakui banyaknya kasus fraud atau pembobolan bank akhir-akhir ini disebabkan karena lemahnya pengawasan internal. Bank sentral meminta bank untuk introspeksi serta membenahi pengendalian internal dengan mengoptimalkan manajemen risiko.
“Kasus-kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko. Juga fokus pada aspek kepatuhan dan fungsional terutama risiko operasional untuk memitigasi risiko termasuk internal auditor,” ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah disela diskusi mengenai banking efficiency award 2011 di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (22/6/2011).
Dicontohkan Halim, beberapa kasus besar industri perbankan global misalnya saja di Singapura beberapa waktu lalu juga dikarenakan lemahnya pengawasan internal dan level top manajemen. Kasus di Indonesia, sambung Halim tidak jauh dari hal tersebut dimana terdapat beberapa kelemahan.
“Antara lain level top manajemen dalam melakukan review secara berkala terhadap kebijakan sistem prosedur SOP dan pengendalian internal, kemudian pengawasan internal yang kurang optimal serta adanya kelemahan implementasi kebijakan sistem dan prosedur serta SDM yang kurang menjalankan prinsip Know Your Employee,” paparnya.
“Ditambah ada beberapa pejabat yang kelewat batas dengan dapat mudahnya memodifikasi data nasabah yang tidak diketahui pimpinan bank sehingga terjadi penarikan tanpa diketahui,” imbuh Deputi Bidang Pengawasan BI ini.
Maka dari itu, Halim menyampaikan BI akan menyempurnakan sejumlah aturan untuk memperkuat good corporate governance dalam melindungi kepentingan nasabah dan industri perbankan. Aturan yang digodok antara lain menyempurnakan kontrol internal yang efektif, ketersediaan standard operational procedure yang memadai dan mendorong pengawasan aktif dari direksi dan komisaris.
Selain itu, bank sentral juga akan menyempurnakan pengawasan dengan penguatan fungsi Direksi Kepatuhan yang lebih optimal dan satuan kerja audit internal dan manajemen risiko yang dapat beroperasi secara independen.
“Semuanya itu antara lain lapisan pertahanan pertama pada bank kalau semuanya dilakukan dapat mengurangi risiko operasional,” ujarnya.
Disamping pengguatan GCG di internal bank, menurut Halim, bank sentral juga akan mendorong pengawasan masyarakat dan kantor akuntan publik yang mengaudit bank. “Ini merupakan lapisan kedua sehingga ada jaminan yang baik terhadap perlindungan dana nasabah dan bank itu sendiri sebagai industri,” ujarnya.
M. Lutfi Fadilah